Sebagian kalangan meragukan kemaksuman para nabi dan rasul. Bagi mereka, nabi dan rasul pernah berdosa atau berbuat tercela. Mereka bahkan berargumen dengan dalil-dalil al-Quran dan hadis untuk memperkuatnya. Nabi Adam, misalnya, dianggap berdosa karena melanggar perintah Allah untuk tidak memakan buah khuldi. Nabi Nuh dianggap berdosa karena memohon agar istri dan anaknya diselamatkan dari banjir besar. Nabi Ibrahim dianggap berdosa karena berbohong. Begitu pula para nabi lainnya. Kemaksuman para nabi memang menjadi topik diskusi serius. Topik ini masuk dalam ranah teologis yang sensitif. Di kalangan ulama klasik juga terjadi perbedaan pendapat. Wacana ini akan terus muncul di setiap zaman, karena apa yang dianggap sebagai dosa nabi tertera dalam al-Quran dan hadis. Apakah nabi dan rasul benar-benar maksum? Lalu, kenapa beberapa dari mereka digambarkan pernah berdosa atau bersalah? Dalam buku klasik ini, teolog, filsuf, dan ahli tafsir abad ke-7 H Fakhruddin ar-Razi menyampaikan setidaknya lima belas argumentasi yang kukuh, koheren, rasional, dan filosofis untuk menangkis, membela, sekaligus menegaskan kemaksuman para nabi dan rasul. Buku ini menjadi semacam pleidoi terhadap kalangan yang meragukan kemaksuman mereka. Penting dibaca oleh siapa saja.
Zaman ini adalah ketika kita menyaksikan krisis berbahasa dalam beragama. Beragam aliran (mazhab politik) keagamaan, organisasi keagamaan, beragam strategi agamawan dalam dakwah, termasuk teknologi (media) pengeras suara, semua berebut saluran-saluran media agar mendapatkan perhatian. Ada yang merasa bahwa suara keras adalah pilihan (bahasa) beragama yang niscaya agar didengarkan bahkan menang, sementara jalan sunyi hanya pantas bagi orang atau kelompok yang lemah. Agama jadi sangat riuh bahkan terdengar gaduh. Buku karya Prof. Dr. Quraish Shihab ini adalah suara sejuk yang memposisikan agama sebagai hikmah dan teladan. Prof. Dr. Quraish Shihab tidak sepenuhnya menggunakan jalan sunyi, tapi juga tidak memakai bahasa keras. Dia memilih jalan tengah: suara teduh yang mengatasi suara gaduh dan keras yang memicu kebencian dan dengki, juga suara sejuk yang mendekatkan hidup pada kedamaian hati. Buku Lentera Hati: Pijar Hikmah dan Teladan Kehidupan adalah usaha mengembalikan intisari agama sebagai nasihat, sebagaimana hadis masyhur Nabi Muhammad saw.
Hidup berumah tangga ibarat bahtera yang mengarungi lautan. Ia pasti akan menghadapi berbagai tantangan dan masalah di perjalanan, dari mulai yang remeh-temeh, sedang, hingga yang berat, sulit dan rumit. Tantangan dan masalah itu bisa jadi berkaitan dengan pasangan, orangtua dan mertua, anak-anak, dan orang lain.Didasarkan pada sejumlah cerita dan pengalaman pasangan menikah dan akan menikah, buku ini memberi gambaran nyata persoalan-persoalan yang sering kali dihadapi. Misalnya, bagaimana menikah tanpa cinta, menikah saat kuliah, calon pasangan belum mapan, jodoh tak sesuai harapan, hubungan tak direstui orang tua, menikah di hari sial, bimbang antara menikah atau karier/pendidikan, menunda atau mempercepat kehamilan, tinggal bersama mertua atau mandiri, pendidikan anak, soal perceraian, poligami, dan lainnya.Ditulis dengan bahasa yang komunikatif, populer, dan tak membuat dahi berkerut, juga pengarang yang spesialis dalam hal pernikahan dan keluarga, buku ini sayang dilewatkan. Kita diajak untuk berpikir cerdas, bijak, dan tegas, dalam menyikapi pelbagai persoalan rumah tangga. Banyak kiat dan tips yang bisa diteladani dalam upaya untuk merajut hubungan rumah tangga agar harmonis, awet, bertanggung jawab, dan berhasil melewati setiap problem dengan baik.