Pelangi Di Sekolah

Sekolah penuh cerita warna-warni bagaikan pelangi. Indah dan layak untuk dikenang. Anak-anak SDN Langkahan, Aceh Utara, juga memiliki cerita tersendiri tentang kehidupan mereka di sekolah. Terutama setelah kedatangan Bu Mila, pengajar muda Indonesia Mengajar, yang bertugas di SD mereka. Berkat bimbingan Bu Mila pula, mereka mulai berani menuangkan ide ke dalam tulisan.Sayang, Bu Mila harus pergi dan menyisakan kenangan manis yang tak mungkin terulang. Namun, jasa Bu Mila tertuang abadi dalam karya para muridnya ini. Yuk, baca bukunya!Tentang PenulisMenulis, selain menyenangkan, juga salah satu cara mengungkap hal-hal yang tak terungkap secara lisan. Itu prinsip Milastri Muzakkar, perempuan kelahiran Makassar, 20 September 1986. Saat menjadi Pengajar Muda di Indonesia Mengajar, Milanama panggilannyamengajar di SD terpencil di Aceh Utara, dan ia menemui sebagian besar siswanya pemalu dan hampir tak pernah mau bicara saat diajak mengobrol, khususnya di dalam kelas. Namun, dalam beberapa momen, khususnya di luar kelas, beberapa anak refleks menceritakan tentang diri dan keluarganya. Melihat ada yang menarik dan bernilai dari cerita-cerita tersebut, perempuan yang punya hobi silaturahmi sana-sini (alias jalan-jalan sambil belajar ke semua tempat di bumi) memutuskan untuk memotivasi, mendampingi, serta mengabarkan cerita mereka dalam bentuk buku. Kesenangannya di dunia sosial membuat Mila menjadi volunter di beberapa komunitas sosial seperti Sahabat Anak Kota Tua dan Yayasan Pimpinan Anak bangsa. Mila juga menjadi freelance fasilitator di program PerpuSeru, Coca Cola Foundation Indonesia.@MilastriMuzakar (Twitter) Milastri Muzakkar (Facebook)KEUNGGULAN BUKU:- Buku adalah hasil tulisan beberapa murid di Aceh, disusun oleh seorang Pengajar Muda dari Indonesai Mengajar. - Merupakan lini PCPK (Penulis Cilik Punya Karya) yang telah memiliki banyak penggemar.

Tarikh Al-Ikhwan Al-Muslimun 1

Apa yang Anda pikirkan tatkala membaca sebuah kitab tarikh (sejarah)? Urutan peristiwa, kronologi kejadian, nama-nama pelaku? Terlalu sederhana pikiran seperti itu. Tarikh Al-Ikhwan Al-Muslimun bukanlah tarikh sebuah kelompok pemikiran atau madzhab tertentu dalam Islam, bukan pula tarikh perjalanan seorang individu. Ia adalah tarikh umat yang pernah dimunculkan Allah Swt. di pentas dunia dalam salah satu episode sejarah yang panjang. Ia adalah tarikh aqidah, tarikh dakwah dan jihad di jalan Allah, serta tarikh perjuangan mengembalikan mutiara nilai agama yang sempat hilang dari tubuh umat. Membaca serial Tarikh Al-Ikhwan Al-Muslimunyang lahir di dasawarsa ketiga awal abad ke-20berarti menapaktilasi sebuah perjalanan dakwah penuh liku di dunia modern, ketika mesin konspirasi anti-Islam dunia telah bekerja untuk menjegal lajunya. Jamaah dakwah ini, tampaknya ditakdirkan oleh Allah untuk menjadi inspirasi dan referensi bagi perjuangan Islam di seluruh dunia. Maka, melalui lembaran-lembaran buku ini kita akan menyaksikan ketegaran sosok-sosok agung pejuang dakwah Jamaah Al-Ikhwan yang patut diteladani. Mereka dibimbingbaik langsung maupun tidak langsungoleh Imam Syahid Hasan Al-Banna, sang Pendiri dan Imam Pertama Jamaah, si empunya kepribadian yang demikian kuat dan karismatik. Buku ini adalah seri ke-2 dari lima buku serial Tarikh Al-Ikhwan Al-Muslimun. Sebagai salah satu referensi perjuangan dakwah, sudah selayaknya buku ini dikaji oleh generasi Islam masa kini. Selamat mengkaji.

Timor Timur Satu Menit Terakhir : Catatan Seorang Wartawan

Meliput konflik adalah tugas sehari-hari Rien Kuntari, wartawan Kompas. Dia telah memasuki medan-medan perang paling berbahaya, termasuk Rwanda, Irak, dan Kamboja. Tapi, di antara semua wilayah konflik yang pernah dia liput, Timor Timur adalah yang paling sulit, paling membahayakan, dan sekaligus paling mengesankan. Sebagai seorang wartawan yang dituntut bersikap objektif dan cover both sides, Rien menghadapi dilema: sebagai seorang wartawan asal Indonesia, dia bisa dicurigai sebagai pro-otonomi oleh kelompok pro-kemerdekaan. Sebaliknya, lantaran dapat mengakses beberapa tokoh CNRT, dia juga dituduh pro-kemerdekaan. Dan kecurigaan di medan konflik berarti berada di tubir kematian. Inilah catatan seorang wartawan atas peristiwa-peristiwa dramatis menjelang, selama, dan setelah jajak pendapat di Timor Timur tahun 1999sebuah segmen amat penting dalam garis sejarah bangsa Indonesia. Ditulis dengan keberanian seorang "syahid", kejujuran seorang jurnalis tulen, dan ketulusan seorang "manusia"a true human being. Tak berlebih jika buku ini layak dicatat sebagai sebuah dokumen kemanusiaan (humane documentary). *** "Kemampuan Mbak Rien yang secara luwes bergerak dari tataran formal hingga informal, memberikan detail dan artikulasi tentang keadaan di Timor Timur pada waktu itu." Letjen TNI (Purn) Agus Widjojo "'Timor Timur Satu Menit Terakhir' sungguh merupakan kesaksian menarik berdasarkan pengalaman pribadi yang unik dan dikisahkan secara tulus, gamblang, terperinci, dan sarat dengan perkembangan dramatis." Ali Alatas "Yang tersaji dalam buku ini bukan isapan jempol dan bukan pula kepiawaian seorang wartawan oportunis, melainkan pengalaman nyata seorang pejuang pers dan patriot bangsa, terdorong oleh kecintaannya kepada dua bangsa yang bersaudara, Indonesia dan Timor Leste. Xanana Gusmao "Rien Kuntari adalah wartawan yang rajin menjelajahi medan kekerasan dan peperangan. Namun ia juga seorang perempuan. Betapapun bengis dan kejam medan konflik yang dihadapinya, ia selalu bisa melihat dan menangkapnya dengan mata hati seorang perempuan yang penuh dengan kelembutan, kejujuran dan bela rasa terhadap kemanusiaan. Konflik kekerasan di medan perang menjadi jeritan dan airmata di medan hatinya yang mudah tergores oleh penderitaan. Itulah yang membuat tulisan jurnalistiknya tentang peristiwa dramatis di sekitar jajak pendapat di Timor Timur 1999 ini menjadi begitu indah dan mengharukan tapi juga menegangkan. Membaca buku ini kita seakan diajak untuk masuk ke dalam relung terdalam kemanusiaan, yang mendambakan cinta, kesetiaan, perdamaian dan ketenteraman justru di tengah konflik yang bengis dan kejam." Sindhunata, wartawan, Pemimpin Redaksi Majalah Basis *** "Ya Tuhan, jika inilah saatku, ampunilah aku." Hanya doa sepenggal itulah yang sempat kupanjatkan di depan senjata yang sudah terkokang dan larasnya ditempelkan tepat di dahi saya. *** Instruksi itu menyebutkan, saya akan diculik selepas maghrib. Setelah dicomot dari rumah, konon, saya akan diinterogasi oleh seseorang tentang aktivitas saya di kelompok pro-kemerdekaan. Reka pembunuhan terhadap saya akan dilaksanakan dengan cara mutilasi keesokan harinya. Potongan-potongan tubuh saya akan dibuang di beberapa tempat. Dengan begitu, jasad saya tidak akan pernah ditemukan. Jika semua itu terlaksana, saya mungkin akan menjadi penghuni daftar-panjang orang hilang di Timtim. *** "Saya minta maaf, Rien...selama ini informasi tentang kamu simpang siur. Saya sempat yakin pada apa yang dikatakan orang-orang tentang kamu, bahwa kamu sangat pro-kemerdekaan, tidak setia kawan, tidak nasionalis .... Tetapi terus terang, pandangan saya tentang kamu luntur dan berubah 180 derajat saat melihat kamu menitikkan air mata dan menangis tak henti ketika mendengar Kornelis (wartawan Kompas yang tertembak di Bekora, Dili timur) hilang. Aku juga terharu ketika kamu pun memutuskan mencari sendiri keberadaan Kornelis, dengan menempuh segala risiko. Aku benar-benar terharu ...." Pengakuan seorang kawan.

Refi- AI Agent
Halo Kak! Ada yang bisa saya bantu?