Topik-topik yang disajikan dalam buku ini merupakan ungkapan kegelisahan penulis terhadap pewarisan dan keberlanjutan keadiluhungan budaya Pemahaman tentang lingkup kebudayaan pun menyempit. Di samping itu pembelajaraan tentang kebudayaan tidak secara tegas diperankan sebagai sarana pembelajaran kecerdasan.Tulisan-tulisan dalam buku ini juga merupakan upaya penulis untuk membuktikan bahwa linguistik merupakan pisau bedah analisis kebudayaan yang dapat diberdayakan untuk menemukan kecerdasan dalam proses penciptaan dan pembelajaran kebudayaan. Tulisan-tulisan tersebut dipilah ke dalam dua bagian. Bagian pertama adalah kelompok tulisan tentang pragmatik dan kearifan budaya; sedang kelompok kedua merupakan tulisan-tulisan tentang reaktualisasi kecerdasan tradisional.
Bacaan tentang bagaimana proses pemikiran filsafat selalu menjadi hal yang menarik untuk dibaca bagi sebagian orang. Dengan kata lain, dapat dilihat bagaimanakan ilmu filsafat itu berkembang. Filsafat dibilang merupakan ilmu dari segala ilmu yang ada, sebab filsafat merupakan pertanyaan tentang keberadaan.Buku ini menelisik bagaimana pemikiran filsafat dai tiga tokoh yang diambil yaitu Descartes, Spinoza, dan Berkeley. Dengan mengambil inti dari pemikiran mereka, buku ini menarik untuk yang ingin mempelajari inti filsafat dasar dari ketiga tokoh di atas tadi.1. Buku ini ditulis oleh dua orang yang aktif di diskusi-diskusi filsafat dan rajin menulis dan mengerti benar tentang tokoh-tokoh filsafat barat zaman dahulu2. Buku ini menghadirkan tiga tokoh yang bersinar sebagai filsuf era zaman pertengahan ? zaman kolonial yang membawa pemahaman-pemahaman empirisme dan rasionalisme.3. Buku ini merangkum beberapa buku filsafat dan menyajikannya kembali dengan bahasa yang lebih mudah dan disertai contoh-contoh aplikatif di kehidupan sehari-hari yang sejalan dengan ide masing-masing filsuf
Nagarakercagama atau disebuc juga kakawin Desawarnona mempakan karya sascra klasik yang sangac terkenal. Dokumen kuno ini sering disebuc dalam buku pelajaran sejarah di sekolah. Kisah Desawarnona memang cidak terpumpun pada segi isi sejarahnya semata. Uraian yang dikandungnya menggambarkan pola dan corak kehidupan masyarakat jawa abad XIV secara lengkap. Keterangan bergaya jurnalistik tersebut ditulis oleh Mpu Prapanca, seorang penyair yang menyaksikan dan turut terlibat langsung. Paparan mengenai kelahiran raja, kehidupan iscana. dan mitos-mitos dikemas menjadi kesatuan kisah yang menarik.Kakawin Desawarnona disajikan oleh Mien Ahmad Rifai secara tidak biasa karena pustaka klasik ini memang diperuntukkan bagi pembaca remaja. Ilmuwan sekaligus penulis yang bergabung sebagai anggota Akademi Ilmu Pengetahuan Indonesia ini. mengemasnya dalam bahasa yang populer dan ringan. Unsur licentia poetica atau kebebasan berekspresi juga digunakan dengan leluasa. Dengan demikian. membaca karya klasik ini sangat menghibur dan yang paling penting tidak mengurangi kekayaan nilai dan pengetahuan yang terkandung di dalamnya.
Seperti layaknya penduduk Minangkabau di Sumatra Barat, keluarga Tan Malaka dikenal cukup teguh memegang Islam. Mereka mendidik anak-anaknya sesuai dengan ajaran Islam. Begitupun dengan Tan Malaka yang menghabiskan masa kecilnya di lingkungan Islam Minangkabau yang kuat. Apalagi adat budaya masyarakat Minang selalu memegang teguh adat basandi syarak, syarak basandi kitabullah. Kata-kata itu mempunyai makna bahwa adat budaya Minang berdasarkan syari'ah Islam, dan syari'ah Islam berdasarkan pada al-Qur'an al-Kariim. Sejak kecil, Tan Malaka dibiasakan untuk ikut mengaji di da'yah atau madrasah untuk anak-anak seusianya. Selain mempelajari ilmu agama, Tan Malaka juga berlatih pencak silat.Tan Malaka pernah menulis sebuah buku, Aksi Massa. Pada buku itu, ia menulis bahwa dirinya pernah melanjutkan pendidikannya di Harleem, Belanda. Ia juga pernah berkeliling Eropa saat negara-negara di sana sedang memperluas daerah jajahan. Pada saat itu, di Rusia terjadi revolusi komunis. Pemimpin komunis di sana bernama Lenin.
Kisah bencana banjir dan bahtera Nabi Nuh termuat dalam al-Quran, Taurat, maupun Injil. Cerita ini diyakini merupakan tragedi bencana banjir pertama dalam sejarah. Namun, seorang ahli di British Museum, Dr. Irving Finkel, mengungkapkan simbol-simbol misterius pada sepotong tablet kuno dari tanah liat yang berusia lebih dari 4.000 tahun, dan memungkinkan munculnya penafsiran baru secara radikal tentang mitos bahtera Nabi Nuh.Cerita detektif memikat ala Dr. Finkel ini bermula ketika pada 2008 ia menemukan tablet persegi panjang seukuran tangan beraksara Babilonia, yang diyakini sebagai dokumen pertama ciptaan nenek moyang manusia. Tablet yang diperkirakan dibuat pada 1850 SM ini merupakan salinan dari Riwayat Banjir Babilonia, sebuah mitos Mesopotamia kuno yang mengungkap antara lain instruksi pembuatan perahu besar untuk bertahan hidup dari bencana banjir.Tetapi, pekerjaan awal Dr. Finkel tidak berhenti hanya di situ. Melalui serentetan penemuan lain yang juga menakjubkan, ia mampu memecahkan kode misterius ihwal bencana banjir tersebut dengan cara pengungkapan yang tak terduga.PENULISDr. Irving Finkel (lahir pada 1951) adalah arkeolog dan Assyriologis. Saat ini, ia bekerja sebagai Asisten Kurator naskah, bahasa, dan budaya Mesopotamia Kuno pada Departemen Timur Tengah, British Museum, London. Museum ini memiliki sangat banyak koleksi?sekitar 130 ribu koleksi. Finkel adalah kurator yang bertanggung jawab atas prasasti cuneiform pada tablet tanah liat warisan Mesopotamia Kuno.Finkel meraih gelar Ph.D bidang Assyriologi dari University of Birmingham, dengan disertasi tentang mantra pengusir iblis ala Babylonia. Setamat studi doktoral, ia menghabiskan waktunya selama tiga tahun sebagai peneliti di University of Chicago Oriental Institute. Pada 1976, Finkel kembali ke Inggris, dan kemudian diangkat sebagai Asisten Kurator pada Departemen Western Asiatic Antiquities di British Museum. Selain itu, ia juga menjadi Anggota Kehormatan pada Institut Arkeologi dan Purbakala, University of Birmingham, serta Anggota Dewan Masyarakat Arkeologi Anglo-Israel.Selain karyanya tentang tablet cuneiform, Finkel menulis sejumlah karya fiksi untuk orang dewasa dan anak-anak, dan mendirikan Great Diary Project, sebuah proyek untuk melestarikan buku harian orang biasa. Pada 2014, ia menemukan tablet cuneiform berisi narasi tentang bencana banjir besar yang mirip dengan kisah Bahtera Nabi Nuh. Penemuan ini kemudian menginspirasi dirinya untuk menulis buku fenomenal ini.
Dalam riwayatnya yang panjang, Paris kerap ditandai sebagai penjara, surga, dan bahkan neraka; juga wanita cantik, penyihir, dan setan. Kota ini membangkitkan emosi yang kuat, dan menangkap imajinasi setiap orang: inilah kota yang jadi latar bagi banyak karya?fiksi, fotografi, musik, dan film?serta rumah bagi beragam puisi cinta dan romansa. Begitu dinamis, kota ini sarat dengan benturan identitas yang tampak di mana-mana.Dalam buku ini, Andrew Hussey melukiskan kehidupan kaum miskin kota dan para seniman yang meninggalkan jejak mereka di kota ini, mengisi ruang sejarah yang didominasi kaum bangsawan. Inilah catatan riwayat Paris dari sudut pengalaman warganya. Dari istana, bar dan kafe jalanan, rumah pelacuran, hingga sarang opium, buku ini mengungkap banyak cerita yang selama ini tersembunyi. Inilah cerita yang kaya, eksotis, dan terkadang seram dari kota paling bercahaya di dunia.Paris: Sejarah yang Tersembunyi bercerita melintasi banyak abad, gerakan sosial, serta keyakinan budaya dan politik. Membentang dua ribu tahun episode perjalanan Paris, buku ini memotret dengan gamblang wajah kota yang tak pernah berhenti memancarkan daya tarik.***Jelas, informasif, dan enak dibaca. Bacaan terbaik?menggambarkan rahasia kota ini. Semua yang akan berkunjung ke Paris harus pergi dengan buku ini.- Sunday TimesMenyenangkan! Buku ini tanpa henti menyuguhkan cerita yang menghibur di setiap halamannya.- TimesRiset yang mengesankan. Sejarah yang mengejutkan tentang kota penuh cahaya.- Simon Sebag Montefiore, penulis Jerusalem: The BiographyMenakjubkan! Catatan sejarah yang hidup. Hussey mengungkapkan keagungan kota yang punya segudang rahasia.- David Starkey, sejarawan dan jurnalis televisiMengagumkan. Sejarah alternatif yang menawan pada setiap halamannya. Kaya cerita menghibur.- Independent
Al-Q?hirah, ?Kemenangan?, demikianlah para penakluk Arab menyebut kota ini; dan selama 5.000 tahun sejarahnya, Kairo menjadi kota yang kaya nama agung. Sebagai pusat kekuasaan para fir?aun dan sultan, hadiah bagi para penakluk dari Alexander Agung, Shalahuddin al-Ayyubi, hingga Napoleon Bonaparte, Kairo merupakan kota kuno yang tak pernah berhenti mencipta kembali sejarahnya.Dalam buku ini, Max Rodenbeck, jurnalis yang menghabiskan sebagian besar hidupnya di Kairo, melukiskan dengan amat indah sebuah budaya paling memesona yang memancar dari kota penuh warna?dari masa permulaannya pada zaman fir?aun hingga era kejayaannya sebagai kota metropolis paling berkilau pada Abad Pertengahan, dari penundukannya oleh bangsa Turki dan Inggris sampai kemunculannya sebagai ibukota modern bagi nasionalisme Arab.Kairo: Kota Kemenangan merupakan perpaduan unik antara cerita perjalanan, riwayat sejarah, dan kisah epik, yang mengungkap pesona-pesona tersembunyi salah satu kota paling masyhur di dunia. Dengan pengetahuan mendalam, kaya humor, dan penuh kecintaan, buku ini membawa kita pada tur menakjubkan mengelilingi kota megah itu: dari gang sempit hingga pasar rakyat, dari pertunjukan tari perut hingga sarang ganja, dari permukiman kumuh sampai salon modis, dari lembutnya kehidupan agama sampai garangnya gejolak politik.TENTANG PENULISMax Rodenbeck dibesarkan di Kairo, pindah ke kota itu ketika ayahnya, John Rodenbeck, melanjutkan studi di The American University in Cairo pada 1960. Ia adalah jurnalis dan penulis yang berbasis di Kairo. Mulai menulis untuk majalah The Economist sejak tahun 1989. Selama lebih dari 20 tahun, dia banyak menulis tentang Timur Tengah.Sejak tahun 2000, ia menjabat sebagai kepala koresponden di Timur Tengah, meliputi wilayah Maroko sampai Iran, dan topik yang ditulis mulai dari perang Irak dan Libanon sampai Islam radikal, budaya pop Arab, serta seni kuno penyulingan arak.Dia juga kontributor beberapa media ternama seperti New York Review of Books, New York Times, dan majalah Foreign Policy. Bukunya, Kairo: Kota Kemenangan (Cairo: The City Victorious), dianggap sebagai salah satu tulisan terbaik tentang sejarah kota tersebut, dan telah diterjemahkan ke dalam berbagai bahasa, serta termasuk dalam jajaran buku laris versi New York Times.
Siapakah sebenarnya bocah dari Georgia yang terlahir untuk menjadi penguasa kekaisaran sang Tsar itu? Siapakah Himmler, Gring, Goebbels yang ada di sekitarnya? Seperti apakah kehidupan sepuluh orang (the top ten) yang menduduki posisi istimewa dalam keluarga itu?Lima puluh tahun setelah kematiannya, Stalin tetap menjadi salah satu pencipta dunia kita. Skala kejahatannya membuat dia, bersama dengan Hitler, menjadi personifikasi paling tepat untuk istilah kejahatan. Jika belakangan ini akhirnya kita tahu banyak tentang Hitler, Stalin dan rezimnya tetaplah misterius.Tetapi, dalam kisah sejarah yang memikat ini, misteri ihwal sang pembunuh massal terkeji ini terungkap gamblang. Didukung sumber melimpah dari kumpulan arsip tentang Stalin yang baru terbuka untuk umum pada tahun 2000, wawancara dengan para saksi mata, dan riset mendalam dari Moskow hingga Laut Hitam, karya ini menggambarkan secara telanjang sosok Jenghis Khan abad ke-20.Buku ini memaparkan sosok dan detail kehidupan Stalin: para selir dan pernikahannya yang tragis; obsesinya pada film, musik, dan sastra; identifikasi dirinya sebagai sang Tsar serta bagaimana ia secara informal mengorganisir permainan kekuasaannya yang mematikan. Dengan kepiawaian Montefiore bertutur cerita, rasa takut dan keberanian, intrik dan pengkhianatan, hak-hak istimewa dan pesta-pora, kehidupan keluarga dan kekejian yang brutal, serta semua rahasia perihal Stalin dikisahkan secara menakjubkan.Catatan sejarah paling beradab dan elegan yang pernah saya baca tentang kezaliman dan kekejaman.Ruth Rendell, Daily Telegraph (Books of the Year)Mengejutkan, mengungkap rahasia dengan apa adanya. Sebuah keberhasilan riset.John le Carre, Observer (Books of the Year)Istimewa! Buku ini seperti novel besar Rusia yang penuh karakter, warna, teror, semangat dan pengkhianatan hubungan asmara, pernikahan, perceraian, pemenjaraan dan pembunuhan.Susannah Tarbush, al-Hayat
Buku ini seakan menghidang sisi jalan alte- natif-kritis dalam melihat semesta kehidupan dan semesta kebudayaan manusia muka bumi. Visi spiritualitas menjadi pertimbangan kebudayaan untuk memperkuatkan ikhtiar pembangunan manusia yang beranjak menuju pembangunan dengan kekuatan etika masa depan. Jalan progresif menjadi satu tawaran di tengah-tengah ketika hampir sebagian besar kebudayaan sedang berbulan madu dengan kaidah-kaidah bening memukau yang terhidang pada sebuah masa, bernama masa lalu. Kecohan-kecohan waktu, masa, dan periode yang telah menggenapkan dirinya sebagai masa lalu itu bisa membuat kita menjadi serombongan makhluk romantik, sekaligus memerankan diri dalam sejumlah kesesatan yang menjadi lelucon kekinian.Buku ini dikemas dalam tiga bagian yang menghidang menu tentang kepekaan kebudayaan yang bervisi spiritualitas terhadap kehidupan sosial, politik, lingkungan hidup, kesemestaan relasi dalam kawah pluralisme modern, sekaligus menjuntaikan kearifan-kearifan alternatif yang menjadi titian hati, agar kehidupan itu diresap, dimaknai, dinikmati, dan tidak sekadar untuk dimengerti.
Soren Kierkegaard (1813-1855) dan Martin Buber (1875-1965) adalah dua orang eksistensialis yang sangat penting dalam dunia filsafat Barat, bahkan Kierkegaard disebut sebagai ?bapak eksistensialisme? karena dialah yang menyadarkan manusia pada pentingnya eksistensi individu: ?Aku adalah yang nyata, bahkan yang paling nyata?. Adapun eksistensialisme Buber bertolak pada hubungan Aku-Engkau sebagai jalan masuk menuju suatu relasi intim antara Aku dan Engkau Yang Abadi.Buku ini menyajikan uraian mengenai sejarah singkat kehidupan Kierkegaard dan Buber serta memaparkan ajaran dan pandangan keduanya, terutama pada topik seputar individu berikut titik temu dan titik pisah antarkeduanya. Di samping itu buku ini juga memberikan catatan kritis penulis atas ajaran dan pemikiran kedua filsuf tersebut serta, tentu saja, menarik relevansinya pada kebudayaan Indonesia masa kini.
Jawa Safar Cina Sajadah. Ungkapan lisan yang muncul pada masa kesultanan Demak Bintara abad ke-16 itu menyiratkan matra Jawa, Islam, dan Cina; sekaligus menyiratkan pula persinggungan dan/atau pertautan budaya Jawa, Islam, dan Cina. Dalam rentang Panjang pertemuan Jawa-Cina, seluruh kondisi yang ada pada akhirnya menciptakan dan sekaligus membangun watak sosial yang khas. Dari kacamata politik identitas, watak sosial boleh jadi akan dianggap menggarisbawahi adanya perbedaan. Namun, beranjak dari logika pengetahuan Jawa, yang dimaksud dengan perbedaan (dalam kacamata politik identitas) sejatinya adalah pembedaan karena melibatkan unsur yang lebih eksternal, yakni hegemoni wacana dominan di dalamnya. pada ruang ini kekuasaanlah yang sepenuhnya memainkan peran. Pembedaan biasanya baru akan berjalan masif setelah perbedaan diketahui oleh otoritas penguasa. Dapat dipastikan bahwa pada kasus ini pembedaan antara masyarakat Jawa dan Cina bekerja hampir di seluruh bidang kajian politik identitas. Sementara dalam sudut pandang kaidah jawa, perbedaan lahir hanya karena sifat esensial sehingga merupakan sebuah kenyataan yang harus diterima selain wajib disikapi dengan bijak.
Dinamika hubungan tarekat dan kebudayaan (Jawa) sesungguhnya tidak berada di dalam suasana antagonistis, tetapi simbiosis-mutualistik. Keduanya saling membutuhkan, sehingga membentuk corak budaya yang khas, yaitu agama kaum sufi. Agama kaum sufi tersebut tidak sepenuhnya bercorak Arab, tetapi juga tidak bertentangan dengan tradisi Arab; tidak sepenuhnya budaya Jawa, tetapi juga tidak bertentangan dengan budaya Jawa. Dapat dikatakan bahwa agama kaum sufi adalah agama dalam coraknya yang melokal.