21 Wanita Perkasa yang ditempa oleh Budaya Aceh

Wanita sering dipandang sebelah mala, lemah, dan hanya pantas mengerjakan urusan domestik Padahal, dalam banyak hal, wanita bisa lebih kuat daripada laki-laki. Rupanya, sistem budayalah yang membuat kaum wanita dipandang lemah atau kuat. Dalam sejarah, budava Aceh telah melahirkan para wanita tangguh yang memiliki keberanian melebihi kaum Adam Bahkan, kepiawaan mereka dalam memimpin tak kalah dari para sultan pada zamannya.Buku ini menceritakan sosok 21 wanita tanggun yang diperkasakan oleh budaya, agama, adat dan resom Aceh. Ada wanita yang mahir mengurus kerajaan bahkan memperluas perdagangan negerinya ke luar negeri. Ada juga wanita sangat pemberani, yang memimpin perlawanan terhadap penjajah Belanda hingga sampai titik darah penghabisan. Menariknya, di antara mereka banyak yang profilnya belum diketahui secara meluas dalam sejarah, meskipun peran mereka begitu penting.Buku ini disusun tak hanya bersumber dari literatur,namun lebih banyak berdasarkan wawancara, visitasi, dan observasi. Di sela-sela kegiatannya sebagai pedagang  dan konsultan di dalam dan luar negeri, penulis menyempatkan diri untuk mengumpulkan cerita-cerita tentang para wanita tangguh tersebut. Lebih dari 200 narasumber telah penulis wawancarai untuk memperoleh informasi dan data yang telah ia kumpulkan mulai tahun 1964. Dan, buku ini adalah hasil kegigihan penulis selama lebih dari 50 tahun untuk mengabadikan nama mereka, wanita-wanita tangguh yang dapat menjadi Inspirasi bagi para perempuan Indonesia.

Burung-Burung Bersayap Air (Puisi-Puisi Dewi Nova)

Melalui kumpulan puisi pertamanya ini Dewi Nova membentang 47 buah puisi peta kekerasan terhadap perempuan yang terjadi tempat di Indonesia malah menerobos keluar negara seperti Bangkok dan Chengmai di Thailand dan Burma serta Sarawak di Malaysia. Pemetaan yang puitis ini dirakam dan dirangkum di sela-sela  tugasnya sebagai aktivis kemanusiaan yang berpindah-pindah. Puisi-puisi bukan hanya putis tetapi, menggigit, membuka mata rohani, membawa kita ke dunia kekerasan yang menyakitkan. Dan membakar kita untuk bersama sang penyair berpihak kepada perempuan yang menjadi korban. Tidak setakat berpihak, tetapi ikut berlawan. Ini adalah antara kata-kata yang tercatat di kulit belakang buku puisi Burung-Burung Bersayap Air (Penerbit JAKER, Jakarta, 2010) Puisi Di tangan Nova telah dimanfaatkan secara optimal sebagai media untuk mengungkapkan keberanian dan perlawanan perempuan. Salah satu contohnya adalah puisinya di bawah ini..Kau Ambil Parang Kami, Kurampas Senjata Kalian!Ratusan perempuanseperti rombongan kupu-kupumemenuhi kebunorang-orang berseragammemoncongkan senjata apipada tubuh mereka " kau maju selangkah, kami maju dua langkah "teriak perempuan " Berhenti menebang pohon kopi, atau kami tetapmenghadang " perempuan mengacung parang***Dewi Nova Wahyuni, dilahirkan di  Pekebunan Teh, Kebupaten Bandung, pada tanggal 19 Nopember 1974. Pernah bermukim di Kupang ( 2001-2002 ) di Banda Aceh ( 2006-2008 ) Bangkok ( 2009 ) Selain melakukan perjalanan dan pekerjaan masyarakat di bidang perhatiannya migrasi, peace building, gender dan seksualitas, Dewi suka menari. Riset terakhirnya A reports on National Human Rights Institutions ( NHRI's ) work to evaluate and monitor state anti-trafficking responses in the Association of South- East Asian Nations ( ASEAN ) area ( 2009 ) 40 buah tulisan dipublikasikan di pelbagai media cetak dan on-line. Tulisannya tentang pengalaman organisasi perempuan membangun mekanisme pencapaian keadilan di Sumatera dan  Jawa. Dengan pengalaman sedemikian, ia dapat menandai penghayatan penting terhadap puisi-puisi Dewi Nova.

Refi- AI Agent
Halo Kak! Ada yang bisa saya bantu?