Pengajaran Kedwibahasaan

Henry Guntur Tarigan dilahirkan tanggal 23 September 1933 di Linggajulu, Kabanjahe, Tanah Karo, Sumatra Utara. Ayahnya bernama Rulo Tarigan dan ibunya bernama Kawali beru Surbakti. Henry Guntur Tarigan menikah dengan M. Intan Sisdewatu Purba tanggal 14 Agustus 1957 di Berastagi, Sumatra Utara.Menyelesaikan pendidikan Sarjana Muda pada Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan di Bandung tahun 1960; Sarjana Pendidikan pada FKIP Universitas Padjajdjaran Bandung tahun 1962; mengikuti Studi Pasca Sarjana Linguistik di Universitas Leiden, Nederland tahun 1971 -1973; meraih gelar Doktor dalam bidang Linguistik pada Fakultas Sastra, Universitas Indonesia, Jakarta tahun 1975 dengan disertasi yang berjudul Morfologi Bahasa Simalungun.Pernah menjadi pengajar tetap pada FPBS-IKIP Bandung, pada Fakultas Pasca Sarjana IKIP Bandung, dosen luar biasa dalam mata kuliah "Kemahiran Berbahasa Indonesia" pada Fakultas Sastra Universitas Leiden dan pada Hendrik Kraemer Institut Oegstgeest, Belanda (1972-1973); dosen luar biasa STIA-LAN-RI Bandung (1980-1983); dosen terbang/luar biasa pada Universitas Palangkaraya. Kalimantan Tengah; dosen luar biasa pada Universitas Katolik Parahyangan; Guru Besar pada FPBS IKIP Bandung.Beliau sering mengikuti berbagai seminar dan lokakarya di dalam maupun di luar negeri dalam bidang kebahasaan antara lain di Hull (Inggris, 1972), Hasselt (Belgia, 1972), Paris (Perancis, 1973), Leiden (Belanda, 1973), Hamburg (Jerman Barat, 1981), Chicago (Amerika Serikat, 1987), Columbus, Ohio (Amerika Serikat, 1987), Tallahassee (Florida, USA, 1987).

Sebuah Wilayah Yang Tidak Ada Di Google Earth

Bacaan yang memikat. Bagaimana kemampuan penulis menggarap detail, kesabarannya menelusuri jejak-jejak masa lalu secara rinci, juga ketelatenannya menyingkap hal-hal samar dan tersembunyi kemudian menghadirkannya dalam napas kekinian. Itulah memang tantangan utama bagi siapapun yang menggarap keunikan lokalitas sebagai tema. Lewat novel ini Pandu Hamzah mengolah lokalitas dengan segala problematika serta kerumitannya dalam sebuah narasi panjang yang terjaga dan enak dibaca. Pada konteks dimana banyak perusahaan asing mengincar potensi geothermal Gunung Ciremai, bisa jadi inilah perlawanan budaya yang dilakukan penulis terhadap kekuatan yang bukan saja datangdari luar namun juga dari dalam lingkungan sendiri. Acep Zamzam Noor, PenyairMelalui perspektif Ulu-Ulu, Gadis Ajag, juga Bocah Hitam difable, memori kolektif purba masyarakat lereng Gunung Ciremai mengenai alamnya yang secara akademis sangat rumit dan kompleks untuk diurai, dihadirkan dalam novel ini menjadi sebuah dongeng sederhana, lembut, cerdas dan menggetarkan. Novel ini adalah sebuah oposisi tak tertaklukkan bagi persekongkolan keserakahan penguasa dan pengusaha asing yang secara prinsip ekonomi tumbuh dari pendekatan malthusianisme.Okki Satrio Djatti,Aktivis; organisations rakyat dalam mengkritisi eksploitasi geothermal oleh perusahaan asing di Gunung Ciremai.Novel dengan stamina imajinasi di atas rata-rata. Meski pola narasinya tenang tidak neko-neko, namun bisa membetot kita pada pusaran imajinasi yang menghanyutkan. Pandu Hamzah telah memberi sumbangan berarti bagi sempitnya wilayah tematik sastra Indonesia yang belakangan ini cenderung diisi dengan keseragaman tema. Resti Nurfaidah Peneliti bahasa dan sastra, Balai Bahasa BandungDalam proses penggarapan film dokumenter tentang Ciremai, saya heran mengapa Chevron sampai kemudian mundur dari Ciremai, mengapa yang dulunya mengatakan ada potensi geothermal besar justru belakangan mengatakan potensinya kecil.Novel ini secara tidak langsung memberi saya jawaban meskipun samar: bahwa alam punya para 'avatar' sendiri dalam menentang keserakahan manusia yang eksploitatif.Kuswara Sastra Permana,Sineas. sutradara film "Bait 'Surau'