Masihkah Kau Mencintaiku???

Penuh inspirasi, motivasi, dan persepsi tentang apakah itu cinta? Seberapa pentingkah cinta? Dan pada posisi apakah cinta itu berada? Buku ini wajib dibaca oleh siapa pun sebagai gambaran realitas suatu hubungan dan digunakan sebagai motivasi dan persiapan, bukan ketakutan dalam menghadapi gerbang pernikahan. Semua akan indah jika dijalankan dengan cinta.- Fahrina Fahmi Idris, Ketua Umum IWAPIBerumah tangga memang memerlukan cinta. Tapi, cinta bukan segala-galanya. Berumah tangga juga memerlukan kematangan. Kematangan dalam mengleola diri, keluarga, dan kematangan dalam menghadapi problematika hidup. Kematangan yang harus dimiliki seorang laki-laki sebagai kepala rumah tangga dan ayah, serta seorang perempuan sebagai istri dan ibu. Buku ini menggambarkan kekecewaan, kesedihan luka, dan perjuangan seorang perempuan ketika tak ada kematangan dan kesiapan untuk berkembang dari pasangannya. Buku ini baik untuk dijadikan renungan bagi yang telah berumah tangga dan pelajaran bagi yang akan berumah tangga. Bukan untuk menakutkan-nakuti, tetapi untul memantapkan langkah. Selamat membaca!- Ledia Hanifa, Anggota DPR RI dan Pemerhati Masalah KeluargaGong hei, gong hei! Buku ini sangat menarik untuk dibaca. Sarat akan pengalaman empiris pasangan anak-cucu Adam. Bahasanya mudah dimengerti dan isinya penuh dengan makna. Bacalah buku ini sampai habis! Dengan begitu Anda akan tahu rahasianya.- H. Abdul Muhaemin Karim M.A. Da'wah Executive, Islamic Union of Hong KongBenar kata sebuah pepatah; marriage is not a word, it's a sentence, life sentence. Dan, ksaih-kisah di dalam buku ini mengajak kita menyelami kalimat-kalimat dalam kehidupan pernikahan yang tak selamanya indah. Kita juga diajak memaknai kembali arti cinta. inspiring dan menggugah!- Rahmadiyanti Rusdi, Sekjend PLP Pusat

Diplomasi Mengusut Kejahatan Lintas Negara

SINOPSISEra globalisasi, batas antarnegara semakin kabur. Tak ada dinding yang bisa menyekat manusia. Dunia, dalam globalisasi ini, seakan telah dilipat. Ia diletakkan di bawah satu unit yang sama tanpa dibatasi oleh garis dan kedudukan geogra suatu negara. Manusia, di era ini, dengan mudahnya bisa bergerak ke mana pun mereka mau, melintas batas antarnegara, menembus ruang-ruang tersempit yang sebelumnya tak terjangkau.Tentu, ada hal baik yang bisa diambil dari fenomena ini, tapi hal yang tak baik baik sebagai imbas dari ini semua juga tak kalah dahsyat. Kejahatan transnasional (transnational crime) kian merajalela. Tak mudah untuk dibendung. Indonesia, untuk mengatasi pusparagam kejahatan transnasional itu, tak bisa berjalan sendiri. Harus bergandeng tangan dengan negara lain. Kesepakatan-kesepakatan hukum harus banyak-banyak dibuat dengan sebanyak-banyaknya negara lain, demi memerangi kejahatan transnasional. Karena tanpa itu, sulit untuk menegakkan hukum di tengah era borderless seperti saat ini.Bu Buku ini mendedah perihal kebijakan dan langkah-langkah diplomatis Yasonna Laoly dalam kapasitasnya sebagai Menteri Hukum dan HAM RI serta peran dan kontribusinya dalam menyelesaikan persoalan kejahatan transnasional, ekstradisi, pengejaran pelaku kejahatan lintas negara, money laundering, dan penyelesaiannya di lembaga arbitrase internasional. Ini negara hukum, kata Yasonna. Siapa pun harus diminta pertanggungjawabannya secara hukum. Bahkan yang melintas batas negara sekalipun

Birokrasi Digital

SINOPSISSaat pertama dipercaya menjadi Menteri Hukum dan HAM, saya rasakan betul Kementerian Hukum dan HAM ini begitu besar. Ada banyak tugas yang mesti kami emban, yang satu sama lain tak berkait. Sangat kompleks. Persoalan penjara/lapas, misalnya, tak ada hubungan sama sekali dengan urusan imigrasi. Begitu pula dengan administrasi hukum umum, HAM, perancangan undang-undang, dan kekayaan intelektual, masing-masing punya urusan yang tak saling berhubungan.Maka, lahirlah kemudian birokrasi digital, yang kami yakini bisa menjadi jawaban untuk mengurai seluruh kepelikan yang ada di Kementerian Hukum dan HAM. Kami terus-menerus melakukan inovasi, menghadirkan birokrasi digital hampir di seluruh layanan publik yang menjadi tanggung jawabKementerian Hukum dan HAM. Dengan birokrasi digital, pelayanan menjadi jauh lebih efektif, efisien, cepat, dan akurat. Publik dapat mengakses informasi dari birokrasi sewaktu-waktu, 24 jam tanpa menunggu jam buka pelayanan kantor.Buku ini ditulis sebagai kado untuk rakyat Indonesia yang kini sudah memasuki era digital. Kehadiran birokrasi digital menjadi sebuah kebutuhan hari ini. Kian meneguhkan babak baru birokrasi Indonesia, babak pelayanan tanpa atap. ***Andai terobosan birokrasi digital yang dilakukan Kementerian Hukum dan HAM ini direplikasi oleh seluruh jajaran kementerian/lembaga (termasuk pemerintah daerah), maka akan memberi harapan baru untuk optimalnya pelayanan publik menuju masyarakat bangsa yang sejahtera. Dr. Laode Ida, Anggota Ombudsman RI 

GRAMSCI: Pikiran Yang Terbebas Dalam Jeruji

Apakah kaum intelektual sebenarnya adalah intelektual dari kaum tersebut, dan apakah mereka telah bekerja keras dalam menyejajarkan prinsip dan masalah yang ditimbulkan oleh massa dalam aktivitas praktis mereka, sehingga menciptakan persatuan budaya dan sosial.(Gramsci, diterjemahkan oleh Utomo, 2013:464)Dengan menyatakan dan mempertanyakan Gramsci menghadirkan kontradiksi dari dunia, dari manusia yang menghuninya. Kita dipancingnya untuk memahami keberadaan hegemoni sekaligus dominasi. Kita melihat kesadaran akan perbedaan. Persoalannya adalah bagaimana menjadi jembatan-jalan tengah atas semua itu.Keunggulan dari buku ini adalah :1. Buku ini merupakan kumpulan fragmen kehidupan dan pemikiran yang dirangkum apik oleh penulis mengenai sosok Gramsci, dengan merujuk sebagian besar dari karya agung Gramsci, Prison Notebooks.2. Buku ini bukan buku biopik yang mengulas biografi sang filsuf Italia, namun berisi bentrokan batin serta keterlibatannya dalam arus politik di zamannya yang memunculkan istilah Selatanisme, sampai ia dipenjara akibat menentang rezim saat itu.3. Penulis merupakan pemuja filsafat yang telah menelurkan beberapa buku bertema filsafat, termasuk mengulas sisi lain serta pemikiran Nietzsche.4. Dalam buku ini, penulis tidak melihat marxisme sebagai setan ideologi, namun menjadi akar perjuangan kelas yang melanda di Eropa kala itu, yakni perang antara borjuis dan rakyat jelata (proletar). Untuk memahami arah perjuangan Gramsci, penulis memaparkan apik marxisme yang dikawinkan secara teori dan praktik oleh pemuda selatanisme ini.